Sepatah Kata
Masa
Kuliah Kerja Nyata atau KKN adalah masa dimana mahasiswa, seorang yang masuk ke
dalam kelompok kelas menengah, golongan intelektual yang berperan sebagai agen
pembaharuan dan juga sebagai gambaran Indonesia kedepannya.
Ya
mahasiswa dan golongan intelektual adalah golongan yang akrab dengan buku,
konsepsi (teori) dan ide-ide yang romantis dan utopis. Masa KKN ini adalah
momentum dimana mahasiswa kembali ke akar rumput, manusia kembali kedalam
lika-liku kehidupan nyata yang dialami masyarakat bawah sehingga mahasiswa bisa
merefleksikan permasalahan rill dalam masyarakat dan menjawab sesuai dengan
kemampuan dan ilmu yang didapatkan dibangku universitas
Sayangnya
wabah Covid-19 atau wabah Corona/Korona yang mulai menyerang menganggu aktivitas KKN ini. Tentu banyak mahasiswa yang gembira
(barangkali) namun jika KKN sampai dibatalkan hanya karena wabah, tentu
mahasiswa Indonesia (yang menjunjung
asas Tri Dharma tentu akan merasa rugi
karena mereka tidak bisa melihat secara langsung problem mayarakat bawah secara
rill dan objektif.
Mengutip ucapan Prof. J. Drost, “Seorang sarjana yang tidak mau masuk (ke) dunia nyata dan tidak mempunyai wawasaan hidup tidak dapat berfungsi sebagai seorang intelektual: ia hanya akan menjadi ia hanya akan menjadi seorang tehnikus pada bidang yang amat sempit” (Jurnal Prisma, 1990)
Mengapa Menulis?
Ketika
penulis terjun secara langsung kemasyarakat untuk mengikuti program pengabdian
(KKN) tahun 2020, Penulis disuruh untuk membuat rangkuman kisah yang merupakan
refleksi penulis selama melakukan
kegiatan pengabdian. Penulis yang memang konsen pada ilmu falsafat dan
teologi, secara reflektif berusaha untuk melihat keadaan suasana desa tempat
penulis KKN dan melihat apa yang menjadi masalah mendasar daripada desa
tersebut.
Menulis
mungkin adalah kegiatan yang mudah. So, kita semua (Anda dan Saya) pasti giat
menulis di blog pribadi, atau mengetik cuitan di twitter, atau mengunggah
postingan status di beranda facebook (disini saya tidak menyebut Tiktok sebagai
media tulis!), namun dalam menulis refleksi atau opini, jelas berbeda dengan
menulis curhatan di twitter atau facebook. Menulis sebuah gagasan baik berupa
berita, kisah fiksi, atau opini jelas berbeda dengan menulis postingan di facebook
(dan jelas berbeda dengan mosting foto di Instagram!)
“Menulislah maka kamu
hidup” kata sebuah quotes yang Penulis tidak
tahu darimana asal usulnya. “tulisan kita
punya kaki, dia akan terus berjalan melintasi ruang dan dimensi” kata
sastrawan senior, Putu Oka Sukanta.
Dengan demikian menulis pada dasarnya adalah kegiatan kita sehari-hari,
tulisan kita adalah bagian dari diri kita dan buah dari pancaran akal budi
kita.
Tulisan
bukan hanya media curhat seperti media sosial, lebih dari pada itu tulisan dapat
membantu menjadi alat komunikasi, alat untuk saling memahami gagasan individu
lain, sekaligus “transportasi intelektual” dimana lewat tulisan, kita bisa
berbagi informasi dan pencerahan. Tulisan juga bisa sebagai alat perlawanan.
Karena itu kemampuan dan senjata dari seorang mahasiswa, seorang intelektual
muda, bukanlah mikrofon/toa atau poster yang dicoret-coret untuk mejeng
di gedung senayan atau istana merdeka, tetapi senjata hakiki dari seorang
mahasiswa adalah pena, mesin tik, komputer yang diisi oleh amunisi berupa
gagasan-gagasan yang siap “menembak” sasarannya.
Al-Quran
mengatakan
“Bacalah dengan nama
Tuhanmulah yang maha mulia , yang mengajar manusia dengan (perantara) Pena
(tulisan)” (QS. 96:3-4)
“Nun. Demi pena dan apa
yang mereka tuliskan “ (QS. 68:1)
Disini
Allah memuji pena dan juga tulisan, karena hanya mereka yang bijaksanalah yang
berani menulis dan mengabadikan ilmu pengetahuan untuk generasi esok. Menulis
bukan hanya sekedar mengukir kata dan menyusun bahasa, gagasan itulah yang terpenting
dan menjadi esensi dari sebuah tulisan.
Dan
dari tulisan itulah Anda kemudian meneliti masalah apa yang dihadapi oleh
msyarakat, problem apa yang mereka alami, dan sebisa mungkin Anda resapi dengan
nurani dan akal budi, sehingga tulisan anda kemudian bisa menjadi pelajaran dan
pertimbangan untuk orang lain. Kkhususnya menjadi bahan penelitian yang
berharga bagi civitas akademi kampus.
Bagaimana Menulis?
Setelah
Anda memahami bahwa menulis sebuah opini, khususnya opini untuk kegiatan pengabdian KKN, sangat berbeda dengan
memosting tulisan di medsos, maka mari kita membahas bagaimana suatu tulisan
terbentuk. Yang perlu diperhatikan, sebelum menulis mengenai cerita atau opini
kegiatan KKN, mohon anda mengikuti program pengabdian KKN dahulu dengan benar,
baik dan disiplin. Jika bolos atau cums titip absen sebaiknya lupakan ini
semua.
A
t a u jikalau Anda tidak mengikuti program KKN dengan alasan pandemi atau malas
melakukan kegiatan sehingga berniat ngarang
cerita saja, maka sebaiknya lupakan juga saran dan tips dari Penulis,
karena Penulis memaparkan soal-soal penulisan opini, bukan tips dan trik
mengarang atau membuat novel seperti KKN
Desa Penari. Sekali lagi jangan lewatkan program KKN ini karena ini adalah
kesempatan berharga Anda untuk mempraktikan dan mengaplikasikan pengetahuan di
masyarakat
Tips
menulis ini saya rangkum dari situs Tempo.id, karena sebagaimana kita ketahui,
media Tempo adalah salah satu media yang cukup baik dan juga berisi berbagai
informasi yang segar.
1. Mengetahui Masalah
Maksudnya
adalah pengetahuan akan masalah yang
akan menjadi topik dari tulisan yang akan kita buat. Poin ini sangat penting
dalam membuat opini, jika kita mengetahui masalah apa yang sebelumnya akan
dibahas. Masalah adalah kunci, sebab masalah inilah yang akan menjadi alasan
Anda untuk menulis sesuatu. Jika Anda sudah mengetahui masalah apa yang akan
menjadi pokok pembahasan, maka akan mudah bagi Anda berselancar membuat sebuah
tulisan. Tapi jika Anda tidak tahu masalah, Anda takkan bisa lancar untuk
menulis opini. Dalam praktik KKN Anda tidak akan mendapatkan topik penulisan
jika tidak terjun langsung ke lapangan. Jika Anda sudah berada ditengah-tengah
masyarakat, segera teliti masalah apa yang
ditemui. Lihat, rasakan, pikirkan, dan catat tiap masalah yang Anda
temui.
2.
Menyusun
Ide atau Konsepsi
Setelah
Anda mengetahui dan mencatat sebuah masalah, coba cari Iie atau konsepsi Anda
terhadap problem tersebut. Beri kesan dan juga pandangan subjektif kita
terhadap suatu masalah yang kita hadapi (jangan dibengongin). Ide dan konsepsi
di otak Anda, yang akan menjadi embrio dari tulisan Anda
3.
Perkuat
Argumentasi
Setelah
Anda mendapat ilham untuk menulis dan mengetahui masalah yang Anda temui di
masyarakat, maka Anda harus berusaha untuk menjawab masalah tersebut sesuai
dengan pandangan dan perspektif Anda. Buatlah
Argumentasi yang kuat secara data dan juga mantap secara teoritis.
Beropini bukan mengarang atau membaut novel, Anda sebagai seorang akademisi dan
kaum terpelajar mempunyai tanggung jawab ilmiah.
Misal
Anda temui kebobrokan birokrasi desa atau keterbelakangan masyarakat, maka
coba bangun sebuah argumentasi bagaimana
masalah ini benar-benar nampak bermasalah bagi masyarakat, apa sebabnya dan
juga bagaimana penanggulangannya menurut Anda melalui teori dan data yang Anda
temui dilapangan. Pembaca nanti bisa menilai seberapa tinggi pengetahuan Anda
tentang masalah tersebut dari argumentasi yang Anda buat.
4.
Teknik Penulisan
Teknik
penulisan opini berbeda-beda, sesuai dengan tempat dipublikasikannya. Contohnya
adalah di media massa. Pembaca media massa cenderung tidak suka tulisan yang
terlalu rumit. Baik juga jika kita merujuk pada pedoman Harian Pravda (Surat
kabar Rusia) yang berpedoman pada ucapan Vladimir Lenin, Tulisan yang baik adalah
yang irit, objektif, lincah, dan berpihak pada masyarakat.
5.
Pengetahuan
bahasa
Jika
tulisan Anda ingin dimengerti dan dipahami gunakanlah bahasa yang mudah dan
simpel untuk dipahami. Jangan terlalu menggunakan bahasa-bahasa berat atau
terlalu ilmiah supaya dipuji keren. Jangan lupa buka kamus dan gunakan bahasa
yang baku. Terpenting juga, Perhatikan setiap kalimat yang Anda tulis agar
efektif, dari segi jumlah kata, tanda baca, dan lain-lain.[1]
Lima
pokok itulah yang menurut penulis sangat penting untuk menjadi bahan
pertimbangan pertama untuk Anda yang berusaha untuk menulis cerita. Usahakan
apa yang anda tulis adalah hasil dari refleksi pengalaman Anda selama melakukan
kegiatan pengabdian, jangan pasang tempel (copy
paste) milik orang lain apalagi dari web atau blogspot yang antah berantah.
Penulis
juga ingin berbagi tips lain, yaitu bagaimana tulisan kita bisa dimuat di media
cetak (koran, buletin, majalah) atau media elektronik seperti media online.
Yang pertama adalah Anda harus mengetahui karakter media yang akan anda kirim
tulisannya. Apakah media itu media bergenre berita kriminal, gaya hidup, agama,
atau apakah media itu fokus pada politik atau fokus pada kajian ilmiah.
Misalnya Surat kabar Pos Kota, disana sodara kurang relevan menulis tentang
aktualisasi filsafat Humanitarian, sebab pembacanya adalah kelompok kelas
menengah kebawah alias "wong alit". Beda jika anda kirim tulisan ke
Kompas atau Tempo yang dengan senang hati menerima opini-opini yang bersifat
reflektif dan filosofis.
Poin
selanjutnya, setelah Anda mengetahui watak dan media yang akan anda kirim.
Kemaslah tulisan semenarik, seakurat, dan serenyah mungkin. Baca berkali-kali
tulisan Anda dan pastikan bahwa apa yang tertulis di sana adalah sebuah
pengetahuan yang layak untuk diketahui dan asyik untuk dibaca. Beda halnya jika
anda menulis tulisan ilmiah seperti skripsi atau jurnal. Tulisan berupa opini
adalah tulisan reflektif yang bersifat ilmiah-populer.
Jika
artikel yang anda tulis (mengenai keadaan desa tempat anda KKN) ingin
dipublikasi secara luas di media cetak atau online, usahakan agar tulisan anda
dapat dipahami oleh masyarakat kelas menengah bawah juga. Jangan menjadi
penulis yang egois! Yaitu penulis yang merangkai kata dengan istilah-istilah
ilmiah yang memusingkan kepala demi terlihat intelek atau cerdas. Ingat, ketika
tulisan anda dimuat, anda berusaha untuk "ngobrol" dengan pembaca, jadi buat obrolan anda bisa dicerna
dan direspon oleh si pembaca.
Akhir
kata, izinkan saya mengutip ucapan Prof. Mulyadhi Kartanegara, Cendekiawan Muslim
Indonesia:
"Membaca dengan fasih karya seseorang adalah
satu perkara. Menulis pikiran sendiri dalam sebuah karya adalah perkara lain.
Ketika aku mulai menulis sebuah karya, ada orang yang bertanya, "Ah apa ada orang yang bakal tertarik padanya?" Akupun menjawab, "Aku berkarya tidak untuk tujuan lain kecuali menyampaikan kebenaran dan kebaikan. Sisanya Aku serahkan pada Tuhan."
*Selamat Berjuang Dan Berkarya Wahai Anak Muda.....
[1] Sumber utama https://tempo-institute.org/berita/cara-menulis-opini/ diakses pada 16/07/2021 pukul 18:30 WIB
0 Komentar