REVIEW DAN KRITIK JURNAL : MELACAK ARGUMEN KESETARAAN GENDER DALAM KITAB UQUD AL-LUJJAYN


A.      Identitas Jurnal

Judul Jurnal

MELACAK ARGUMEN KESETARAAN GENDER DALAM KITAB UQUD AL-LUJJAYN”

Penulis

Ahmad Natsir

Bulan

September

Tahun

2019

Volume Dan Halaman

Volume 5, Nomor 2, Halaman 136-153

Publikasi

Jurnal Inovatif

Reviewer

Ilham Yahya Romandoni (12201183399)

Tanggal Review

09 Juni 2021


Review Dan Kritik Jurnal

No

Keterangan

Uraian

1.

Masalah Penelitian

Isu gender merupakan salah satu isu yang sangat sensitif. Baik di kalangan masyarakat umum maupun dalam kalangan para civitas akademika. Dalam hal ini sebenarnya telah disinggung sejak beberapa abad lalu oleh ulama klasik, Syekh Nawawi Al Bantani. Namun banyak karya-karya berupa jurnal maupun buku yang telah ditulis, bahkan diterbitkan untuk mengkritik tajam bahkan koreksi kepada kitab ini. Misalnya saja kritikan yang mengatakan bahwa dalam mengarang, Syekh Nawawi tak lepas dari subjektifitas dan ideologis beliau. Kitab ini bahkan memberikan peluang munculnya kekerasan dalam rumah tangga. Di sisi lain, isu gender di Indonesia masih berkiblat pada Barat, semisal teori dari Amihah Wadud dan Qasim Amin. Menjadikan karya monumental ulama klasik ini seakan terdiskreditkan.

2.

Signifikansi Penelitian

Penelitian ini penting untuk mengetahui dan memahami tentang konsep kesetaraan gender dalam kitab Uqud Al-Lujjayn. Selain itu, Memberikan pemahaman yang benar kepada generasi berikutnya agar tidak menyudutkan dan memberikan pendapat negatif terhadap ulama tersebut.

3.

Metode Penelitian

Jurnal ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan studi kepustakaan. Sumber data primer penelitian ini adalah karya fonumenal Syekh Nawawi Al Bantani, Uqud Al Lujjayn.

4.

Hasil Penelitian

Pembahasan pertama mengenai biografi Syekh Nawawi Al Bantani. Sykeh Nawawi masih memiliki silsilah kuat dari salah satu pejuang dakwah Islam, Sunan Gunung Jati bahkan sampai kepada Rasulullah Saw. Lingkungan tempat tinggalnya dikenal religius. Maka tak ayal jika pendidikan agama yang diberikan sangatlah berkualitas dan berbekas. Apalagi beliau telah menunaikan ibadah haji di umurnya yang terbilang muda, 15 tahun. Beliau merupakan ulama yang mencetak generasi yang besar, termasuk Syaikhonan Khalil Bangkalan. Syekh Nawai menjadi incaran tentara Belanda karena strategi dan cara dakwahnya yang dianggap memberikan ancaman pada mereka. Ceramahnya berisi tentang penentangan kepada kolonialisme penjajah. Karya-karya yang dihasilkan sangatlah banyak, di antaranya dalam bidang ilmu fikih, teologi, sejarah, syariah, tafsir, dan lain sebagainya. Salah satu karyanya yang akan dibahas dalam penelitian ini, Kitab Uqud Al Lujjayn.

Kitab Uqud Al Lujjayn tak asing bagi kalangan santri, karena betapa sering nya dikaji dalam beberapa pesantren. Kitab ini secara garis besar membahas tentang etika berumah tangga. Secara sederhana, beliau membagi bagian kitab menjadi empat bab (fasl). Bab pertama tentang hal-hal yang diperoleh seorang istri dari suami. Bab kedua membahas tentang hak-hak yang diperoleh seorang suami dari seorang istri. Bab ketiga membahas tentang keutamaan salat seorang wanita di dalam rumah. Bab keempat larangan bagi laki-laki memandang wanita lain.

Jika dikerucutkan lagi, pembahasan utama dalam kitab ini adalah hak-hak yang semestinya diperoleh oleh seorang istri dan suami dalam berumah tangga. Dalam kitab ini, hak yang diperoleh istri didahulukan daripada hak suami. Hal ini mengindikasikan bahwa kitab ini menjadi pelecut bagi kaum laki-laki untuk memahami dengan baik bagaimana ketika ia berperan menjadi suami terhadap istrinya.

Mafhum mukhalafah dalam hak seorang istri, mengarahkan pada kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang suami. Seorang suami memiliki kewajiban untuk memberikan pendidikan dan nasehat terbaik untuk istrinya. Sebagaimana dalam ayat “Wa ‘ashiruhunna bi al-ma’ruf…” (dan pergaulilah mereka (istri-istri mu) dengan cara yang baik). Maksud dengan cara yang baik adalah dengan cara yang adil dalam segala hal. Bahkan suami memiliki hak untuk memukul istri, dengan catatan ada persyaratan yang dipenuhi. Namun, penjelasan yang menitik beratkan pada kewajiban laki-laki nyaris tak terdengar di pengajian-pengajian kitab ini sehingga keberadaan kitab ini tampak pincang.

Istri sudah menjadi tanggungjawab seorang suami, pergaulan yang baik sudah menjadi kewajiban bagi suami sekaligus sebagai pimpinan rumah tangga. Maka dari sinilah hak seorang suami untuk mengetahui keadaan istrinya karena ini merupakan tanggungjawab penuh dirinya. Keseimbangan antara hak suami dan istri ini harus dilaksanakan sebagai kelancaran dalam rumah tangga, dan hendaknya ‘ma’ruf’ sebagai core harmonis rumah tangga ini tetap dipertahankan. Ketika sang istri meminta izin maka sebenarnya suami telah mendapatkan haknya dari seorang istri, dan ketika meminta izin inilah terjadi dialog dan akhirnya menerima sebuah kesepakan saling rida keduanya. Hal ini tiada lain adalah alasan ma’ruf.

Kepatuhan sang istri akan membawa kedamaian tersendiri bagi sang suami, sang suami mencari nafkah, melindungi sang istri dari penderitaan dan sang istri salihah menaati suami atau keputusan bersama mereka, dengan begitu keluarga akan senantiasa harmonis dan sang suami akan dengan mudah menjalankan roda kehidupannya dan semakin giat dalam mencari nafkah.

Penjagaan diri istri juga berupa menutup aurat saat bepergian. Hal ini untuk menghindarkan diri dari fitnah, serta menjaga diri dari pandangan laki-laki lain. Penjagaan diri dalam bentuk busana ini juga merupakan kewajiban istri yang menjadi hak seorang suami. Suami berhak mendapatkan istri dalam keadaan terjaga lahir dan batin.

Dengan demikian, seorang suami akan memperoleh hak nya dan seorang istri pun akan memperoleh haknya, dan tidak ada sebuah hak terpenuhi kecuali setelah terlaksananya kewajiban. Kedua-duanya baik suami maupun istri wajib menjaga diri mereka masing-masing.

5.

Kelebihan Jurnal

Jurnal ini memberikan pendapat yang netral, memberikan arahan untuk tidak mencela dan bahkan mengkritik habis-habisan karya monumental Syekh Nawawi Al Bantani. Penelitian ini ditulis untuk menjawab beberapa tulisan yang mengungkapkan kritikan pedas nya pada kitab Uqud Al Lujjayn. Bahasa yang digunakan lumayan ringan dan mudah dipahami sehingga bagi masyarakat awam dapat dengan mudah mencernanya.

6.

Kritik Jurnal

Menurut pendapat saya, setiap orang memiliki pemikiran dan sudut pandang berbeda-beda dalam mengulas suatu permasalahan. Penelitian dalam jurnal ini terkesan normatif tanpa adanya kritik yang mendalam terhadap penelitian terdahulu yang membantah ke ideologi Syekh Nawawi Al Bantani. Dalam teori dan pembahasan yang diberikan belum cukup memberikan kepuasan.

Dari jurnal tersebut dapat dijelaskan bahwa perempuan di mata lelaki hanya sebatas objek. Bahkan perempuan dibilang tak memiliki hak atas dirinya sendiri, karena dalam hal berpakaian harus menuruti suami bahkan lekuk tubuh yang ia miliki hanya milik seorang suami.

Selain itu dalam kitab Uqud al-Lujjayn belum pernah ditilik dari persepsi kesetaraan gender, malah yang ada adalah kritik hingga kecaman. Kritik kitab yang ditulis pada masa pra kemerdekaan ini, datang manakala perempuan dilarang untuk menjadi pemimpin. Karena pada dasarnya seorang perempuan tidak hanya berperan sebagai objek, akan tetapi ia berhak menjadi pelaku dalam menjadi pemimpin dan rumah tangga.

Dalam hal ini bisa ditunjukkan ketika istri memiliki hak atas suami yang harus dipenuhi, meski secara tidak langsung. Ia tidak memiliki kuasa penuh dalam memiliki tubuh. Menurut pendapat saya, hal ini ada benarnya dan ada baiknya. Di sisi lain memberikan perlindungan terhadap diri seorang perempuan dan kehormatan pada dirinya. Bukan berarti seorang perempuan itu tidak memiliki kekuatan untuk menjaga diri. Karena setiap watak dan karakter seseorang dalam melihat lawan jenisnya itu berbeda-beda. Oleh karena itu, harus ada antisipasi atau menjaga diri.

Dapat disimpulkan bahwa kesetaraan gender memang tidak habis untuk diperbincangkan, dari berbagai sudut pandangan, berbagai pendekatan, hingga objek penelitian yang tak terbatas mulai dari teks, bahasa, sosial masyarakat. kesetaraan gender tetap menjadi wacana yang tanpa henti dan terus berkembang.

Posting Komentar

0 Komentar