QURBAN DAN AQIQAH BAGI KELUARGA MUDA YANG MEMPUNYAI ANAK : MANA YANG DIDAHULUKAN?

Aqiqah dan kurban merupakan dua ibadah yang hukumnya sunnah menurut mazhab Syafi'i dan ditandai dengan aktivitas penyembelihan hewan yang telah memenuhi syarat untuk dipotong. Perbedaan antara kedua ibadah tersebut terletak pada waktu pelaksanaan. Bila kurban dilakukan pada Bulan Dzulhijjah, sementara aqiqah dilakukan saat mengiringi kelahiran seorang bayi dan dianjurkan dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran.

Pada dasarnya aqiqah merupakan hak seorang anak atas orang tuanya. Artinya, anjuran untuk menyembelih hewan aqiqah sangat ditekankan kepada orang tua bayi yang diberi kelapangan rezeki untuk sekadar berbagi dalam rangka menyongsong kelahiran anaknya.

Hal ini sesuai sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam :

مَعَ الغُلاَمِ عَقِيقَةٌ

Artinya : Aqiqah menyertai lahirnya seorang bayi, (HR. Bukhari).

Para ulama memberi kelonggaran pelaksanaan aqiqah oleh orang tua hingga si bayi tumbuh sampai dengan baligh. Berikut empat mazhab beserta pembahasannya mengenai waktu penyelenggaraan aqiqah :

a.         Imam Syafi’iyah dan Hambali

Ulama madzhab Syafi’iyah dan Hambali memiliki pendapat bahwa waktu aqiqah dimulai dari kelahiran sang bayi. Mereka juga menganggap bahwa hukumnya itu tidak sah apabila aqiqah dilaksanakan sebelum bayi lahir. Memotong binatang sebelum bayi lahir maka dianggap sebagai sembelihan biasa bukan merupakan sembelihan aqiqah.

Ulama dari Syafi’iyah juga memiliki pendapat bahwa waktu aqiqah bisa diperpanjang. Meski begitu, lakukan aqiqah sebelum anak baligh (dewasa). Karena bila baligh belum juga diaqiqahi, maka aqiqahnya sudah gugur. Artinya orang tua tidak berkewajiban mengaqiqahkan lagi.

Golongan Syafi’iyah pun memiliki pendapat bahwa orang yang baligh boleh mengaqiqahi diri sendiri. Karena Ulama Syafi’iyah berpandangan bahwa aqiqah itu kewajiban sang ayah. Sementara para ulama kalangan Hambali berpandangan bahwa bila aqiqah tidak mampu hari ke-7, maka disunnahkan dan boleh hari ke-14, hari ke-21 dan seterusnya.

b.        Imam Hanafiyah dan Malikiyah

Sedangkan ulama madzhab Hanafiyah dan Malikiyah berpandangan bahwa waktu aqiqah paling sunnah yakni pada hari ketujuh. Ulama Malikiyah pun membatasi bahwa waktu aqiqah setelah hari ke-7 dianggap sudah gugur. Karena itulah mereka memandang bahwa aqiqah harus hari ke tujuh.

Berkaitan dengan pertanyaan mana yang harus di dahulukan antara kurban dan akikah yaitu tergantung situasi dan kondisi. Apabila mendekati hari raya Idul Adha seperti sekarang ini, maka mendahulukan kurban adalah lebih baik dari pada malaksanakan aqiqah. Ada baiknya pula apabila saudara menginginkan kedua-keduanya (kurban dan aqiqah) saudara mengikuti pendapat Imam Ramli yang membolehkan dua niat dalam menyembelih seekor hewan, yakni niat kurban dan aqiqah sekaligus.

Mengacu pada kitab Tausyikh karya Syekh Nawawi al-Bantani :

قال ابن حجر لو أراد بالشاة الواحدة الأضحية والعقيقة لم يكف خلافا للعلامة الرملى حيث قال ولو نوى بالشاة المذبوحة الأضحية والعقيقة حصلا

Artinya : Ibnu Hajar berkata bahwa seandainya ada seseorang meginginkan dengan satu kambing untuk kurban dan aqiqah, maka hal ini tidak cukup. Berbeda dengan al-‘Allamah Ar-Ramli yang mengatakan bahwa apabila seseorang berniat dengan satu kambing yang disembelih untuk kurban dan aqiqah, maka kedua-duanya dapat terealisasi”.

Selanjutnya mengenai tanggapan saya, apabila menjadi orang tua yang baru melahirkan seorang anak dan bertemu bulan dzulhijjah. Tanggapan saya yaitu tergantung situasi dan kondisi. Apabila mendekati hari raya Idul Adha, maka mendahulukan kurban adalah lebih baik dari pada malaksanakan aqiqah.

Selain itu, sebagai orang yang bermazhab Imam Syafi’i bahwa, waktu aqiqah bisa diperpanjang. Meski begitu, lakukan aqiqah sebelum anak baligh (dewasa). Karena bila baligh belum juga diaqiqahi, maka aqiqahnya sudah gugur. Artinya orang tua tidak berkewajiban mengaqiqahkan lagi. Oleh Karena itu, orang yang baligh boleh mengaqiqahi diri sendiri. Karena Ulama Syafi’iyah berpandangan bahwa aqiqah itu kewajiban sang ayah. Sementara para ulama kalangan Hambali berpandangan bahwa bila aqiqah tidak mampu hari ke-7, maka disunnahkan dan boleh hari ke-14, hari ke-21 dan seterusnya.

Posting Komentar

0 Komentar