Shalat
merupakan ibadah yang pertama kali dihisab di akhirat nanti. Apabila seseorang sempurna dalam ibadahnya maka ibadah yang lain akan ikut sempurna. Sebab ibadah shalat
menjadi pembeda antara orang muslim dengan orang yang kafir. Dari
Abdullah ibnu Buraidah dari bapaknya berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Perjanjian
kita dengan mereka adalah shalat, maka barangsiapa yang meninggalkannya,
sungguh ia telah kafir”.
Di antara
shalat yang wajib, ada shalat jum’at
yang hukumnya fardhu ‘ain bagi tiap-tiap orang muslim mukallaf, laki-laki dan
berakal sehat. Allah mensyariatkan pelaksanaan shalat jum’at
harus dilakukan dengan berjamaah. Hari
jum’at merupakan hari yang mulia dan mendirikan shalat di hari jum’at
mendapatkan kemuliaan disisi Allah, disamping fadhilah disisi-Nya.
Sesungguhnya
shalat Jum’at, sudah diperintahkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw. Semenjak beliau masih di
Mekkah tetapi selama di Mekkah belum dapat dikerjakan, dan baru setelah hijrah
ke Madinah bisa dikerjakan, akan tetapi dalam format teknis shalat jum’at pada zaman Nabi Muhammad SAW sampai sekarang mengalami
perubahan mulai dari adzan yang hanya dilakukan satu kali pada masa Rasulullah,
yaitu adzan ketika Imam/ Khatib telah duduk
dimimbar siap untuk khotbah. Ini dinamakan azan pertama, adzan kedua adalah Qamat atau
Iqamat, dilakukan setelah imam/khatib selesai
membaca khotbah, untuk memberi tahu kepada umum bahwa
shalat jum’at sudah akan dimulai dan hadirin harus bardiri untuk mengerjakan shalat jum’at.
Tetapi Sayidina Utsman bin
‘Affan r.a., yang merupakan khalifah yang ketiga, menambahkan satu adzan lagi,
diberi nama adzan ketiga. Adzan ketiga ini dilakukan sebelum adzan yang pertama
dan adzan kedua, yakni sebelum imam/ khatib naik mimbar. Oleh karena itu, dalam praktik adzan ketiga itu
dikerjakan lebih dahulu dari adzan pertama dan kedua, maka pada akhirnya
orang-orang zaman sekarang menyebutnya adzan ketiga ini dengan sebutan adzan
pertama. Adapun pengerjaan adzan pertama ini
sunnat saja.
Terdapat sebuah riwayat sahih dari Imam Bukhari
sebagai berikut :
عَنْ سَائِبٍ قَالَ,
سَمِعْتُ السَائِبَ بنَ يَزِيْدٍ يَقُوْلُ إِنَّ الأَذَانَ يَوْمَ الجُمْعَةِ كَانَ
أَوَّلُهُ حِيْنَ يَجْلِسُ الإِمَامُ يَوْمَ الجُمْعَةِ عَلَى المِنْبَرِ فِيْ
عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا فَلَمَّا كَانَ فِيْ خِلاَفَةِ عُثْمَانَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ وَكَثَرُوْا أَمَرَ عُثْمَانُ يَوْمَ الجُمْعَةِ بِالأَذَانِ الثَّالِثِ
فَأَذَانَ بِهِ عَلَى الزَّوْرَاءِ فَثَبَتَ الأَمْرُ عَلَى ذَالِكَ
Artinya : Dari Sa'ib ia
berkata, "Saya mendengar dari Sa'ib bin Yazid, beliau berkata“Sesungguhnya
adzan di hari jumat pada asalnya ketika masa Rasulullah SAW, Abu Bakar RA dan
Umar RA dilakukan ketika imam duduk di atas mimbar. Namun ketika masa Khalifah
Utsman RA dan kaum muslimin sudah banyak, maka beliau memerintahkan agar
diadakan adzan yang ketiga. Adzan tersebut dikumandangkan di atas Zaura' (nama
pasar). Maka tetaplah hal tersebut (sampai sekarang)". (Shahih al-Bukhari: 865)
Adapun yang dimaksud dengan adzan ketiga dalam hadist tersebut adalah adzan pertama yang dikumandangkan sebelum masuk waktu
Jum’at di atas zaura’ pada masa kekhalifahan
Ustman bin Affan. Sementara itu adzan kedua adalah adzan pada saat khatib duduk
di atas mimbar dan adzan ketiga adalah iqamah yang dikumandangkan sesaat menjelang
didirikannya shalat Jum’at.
Begitulah tatacara pelaksanaan adzan shalat Jum’at
pada masa-masa awal perkembangan Islam. Semakin meluasnya kekuasaan Islam
dan semakin banyaknya jumlah kaum muslimin pada masa kekhalifahan Utsman, telah
mendorong beliau mengeluarkan kebijakan untuk menambah adzan satu lagi dengan
tujuan mengingatkan manusia bahwa waktu shalat Jumat telah masuk.
Format teknis shalat jum’at yang kedua pada masa
umat terdahulu sampai sekarang, yaitu mengenai penggunaan corong masjid
(Pengeras Suara) waktu adzan,
iqomah dan khutbah shalat jum’at, dimana pada masa
Rasulullah SAW adzan,
iqomah dan khutbah shalat jum’at dikumandangkan tanpa menggunakan
corong masjid (Pengeras Suara), akan tetapi di masa sekarang adzan, iqomah dan khutbah
shalat jum’at dikumandangkan menggunakan corong masjid (Pengeras Suara) dan
juga menggunakan kentongan dan bedug.
Mengapa
Format teknis adzan ditambah satu lagi, karena
pada masa Rasulullah SAW mulai banyak jama’ah yang mengikuti sholat jum’at,
akan tetapi rumah mereka jauh dari masjid sehingga dibutuhkan satu adzan lagi untuk memberi tahu
bahwa shalat Jum’at hendak dilaksanakan. Selain itu, format penggunaan
pengeras suara saat shalat jum’at dimaksudkan untuk menandakan bahwa sudah
masuk saatnya shalat jum’at dan agar memberi tahu seseorang yang melaksanakan
pekerjaan untuk berhenti dulu dari aktivitas pekerjaannya dan bersiap-siap
untuk menunaikan ibadah shalat jum’at.
Tanggapan saya menanggapi persoalan adzan sekali atau dua kali dalam shalat jum’at, saya menanggapi bahwa adzan shalat jum’at sekali sangat tepat dilaksanakan dimasa Rasulullah SAW, karena jama’ah shalat jum’at di masa Rasulullah SAW belum sebanyak sekarang ini. Sedangkan, adzan shalat jum’at yang dilakukan sebanyak dua kali lebih tepat dilaksanakan di masa sekarang, karena orang yang melaksanakan shalat jum’at di masa sekarang banyak sekali dan jarak rumah seorang jama’ah dengan masjid sangatlah jauh, sehingga dengan adzan dua kali diharapkan dapat memberi tahu mereka bahwa shalat jum’at akan dilaksanakan. Selanjutnya tanggapan saya mengenai format teknis penggunaan corong masjid (Pengeras Suara) saat adzan, iqomah dan khutbah shalat jum’at, saya menanggapi bahwa penggunaan corong masjid (Pengeras Suara) di masa sekarang dimaksudkan agar adzan, iqomah dan khutbah jum’at dapat di dengan khalayak umum.
0 Komentar